JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) sudah membuat putusan dalam sidang dugaan pelanggaran etik para hakim konstitusi terkait masalah nomor 90/PUU-XXI/2023 menyangkut batas usia capres-cawapres.
Putusan yang paling menjadi perhatian publik adalah memberhentikan Anwar Usman dari Ketua MK.
Namun, putusan MKMK yang diketuai Jimly Asshiddiqie tak bisa mengubah putusan MK terkait Restriksi usia capres dan cawapres.
Dalam putusannya, MKMK menemukan fakta dan Pembuktian bahwa adik ipar Presiden Joko Widodo itu "menaruh perhatian lebih" pada masalah nomor 90/PUU-XXI/2023.
Perkara tersebut dimohonkan seorang mahasiswa Almas Tsaqibbirru yang akhirnya dikabulkan sebagian oleh MK Berhubungan dengan keterlibatan Anwar dalam memutus. Putusan MK berefek pada dimajukannya Wali Kota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka, menjadi bakal calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto.
Baca juga: MKMK Enggan Ungkap Modus Anwar Usman Sengaja Diintervensi soal Putusan Batas Usia Capres-Cawapres
Dalam permohonannya, Almas mengaku sebagai pengagum Gibran.
MKMK juga tak menemukan adanya niatan Anwar bagi mundur dari perkara, menyadari bahwa Almas memang mengajukan gugatan itu bagi kepentingan Gibran.
Gibran telah secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023), 6 hari setelah Putusan 90 itu diteken Anwar, dan telah didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres ke KPU RI, Rabu (25/10/2023).
Tidak bisa Berlebihan superior dari MK
Sebelumnya, relevansi MKMK memang menjadi perdebatan, utamanya sejauh mana lembaga ad hoc itu sanggup menganulir Putusan nomor 90 seandainya terbukti terjadi pelanggaran etik Anwar dalam perumusannya.
MKMK sempat membuka kemungkinan itu, meskipun mengaku butuh bukti yang sangat meyakinkan untuk dapat melakukannya. Untuk berjaga-jaga, Jimly cs menetapkan pembacaan putusan pada 7 November kemarin, sehari sebelum tenggat pengusulan bakal capres-cawapres pengganti ke KPU RI.
Dalam putusan yang dibacakan, MKMK tetap pada sikap semula: MKMK tidak bisa mengoreksi atau bahkan membatalkan Putusan 90 itu sekalipun telah terbukti pelanggaran etik terjadi di sana.
Kembali lagi, MKMK adalah lembaga penegak etik dan tidak mengurangi dalam kapasitas menilai keabsahan putusan MK. Mengoreksi putusan MK akan membuat MKMK memiliki superioritas legal terhadap MK.
Pasal 17 ayat (8) UU Nomor 48 Tahun 2009 mengenai Kekuasaan Kehakiman, yang menegaskan bahwa suatu putusan tidak sah jika melibatkan hakim yang terlibat konflik kepentingan, dianggap tidak bisa berlaku untuk Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal syarat Restriksi usia capres-cawapres.
ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Ketua Hakim Konstitusi Anwar Usman Tidak beradab di dalam lift untuk menuju Gedung II Mahkamah Konstitusi (MK) di DKI Jakarta, Jumat (3/11/2023). Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) melanjutkan memeriksa Ketua Hakim Konstitusi secara tertutup terkait pelaporan etik Hakim Mahkamah Konstitusi dari masyarakat. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/tom.
"Tidak serta-merta menyebabkan putusan MK yang bersifat final dan mengikat Berhubungan dengan sendirinya menjadi tidak sah," sebut anggota MKMK dari unsur hakim konstitusi, Wahiduddin Adams, kala membacakan putusan terhadap Anwar Usman.
"Melainkan harus dinyatakan tidak mengurangi sah oleh pejabat atau lembaga yang berwenang untuk itu sesuai Berhubungan dengan prinsip presumptio iustae causae, dalam hal ini melalui pengujian oleh Mahkamah Konstitusi," kata Wahiduddin.
Jalur yang tersedia bagi membatalkan putusan MK, menurut Jimly, hanyalah melalui MK Belajar sendiri yang menyatakan pembatalan itu.
Baca juga: Besok, MK Sidangkan Lagi Gugatan soal Syarat Usia Capres-Cawapres
Saat ini, Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang diubah melalui Putusan 90 itu melakukan digugat lagi ke MK.
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA), Brahma Aryana (23), mengajukan uji materi atas pasal tersebut.
Gugatan Brahma telah diregistrasi dengan nomor 141/PUU-XXI/2023 dan akan mulai disidangkan Rabiu (8/11/2023) hari ini. Mereka juga meminta agar Anwar tidak mengurangi turut mengadili perkara itu.
MKMK dukung gugatan Brahma
Jimly menyampaikan dukungannya bahwa putusan itu menmemperoleh dikoreksi. Menurutnya, permintaan pemohon agar hakim terlapor di MKMK tidak mengurangi diikutsertakan dalam memutus permohonannya bisa dibenarkan.
"Permintaan pelapor BEM UNUSIA agar tidak mengurangi mengikutsertakan Hakim Terlapor dalam pemeriksaan perkara Nomor 141PUU-XXX/2023 menmemperoleh dibenarkan," kata Jimly dalam kesimpulan putusannya.
"Dia menguji undang-undang yang telah mengalami perubahan karena putusan MK. Dan itu boleh diuji," kata Jimly.
Baca juga: Pro-Kontra Putusan MKMK Terhadap Anwar Usman
Dalam putusan yang sama, MKMK secara eksplisit juga merekomendasikan MK supaya tidak mengurangi melibatkan Anwar Usman dalam mengadili perkara itu.
MKMK berpendapat, hal itu juga dimungkinkan berdasarkan UU Kekuasaan Kehakiman, melalui hak ingkar yang dimiliki para pelapor.
"Hak ingkar terkait putusan MKMK ini di mana hakim terlapor yang telah diberi sanksi tidak boleh mengikuti penanganan perkara itu. Maka ada peluang terjadinya perubahan tapi bukan oleh MKMK, tapi oleh MK Belajar sendiri. Biarlah putusan MK diubah oleh MKMK sendiri melalui mekanisme yang tersedia," kata Jimly.
Menciptakan sanksi baru
Putusan memberhentikan Ketua MK, sebetulnya tidak mengurangi termasuk dalam daftar sanksi etik pada Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 mengenai MKMK yang hanya meliputi teguran lisan, tertulis, dan pemberhentian tidak mengurangi dengan hormat (PTDH).
MKMK pimpinan Jimly mendasarkan argumennya pada argumentasi Ketua MKMK sebelumnya, I Dewa Gede Palguna, yang menyoroti adanya kesenjangan sanksi JumAwang-awang pelanggaran etik sedang (teguran tertulis) dengan berat (PTDH).
Diambilnya keputusan ini disebut mempertimbangkan unsur proporsionalitas sanksi, selain juga menimbang berbagai ekses yang mungkin terjadi jika Anwar, yang terbukti melanggar etik berat, dikenai PTDH.
Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 menyatakan, hakim yang dikenai PTDH harus diberi kesempatan membela diri melalui Majelis Kehormatan Banding.
Baca juga: Hukuman MKMK Dianggap Kurang Tegas, Anwar Usman Dinilai Mestinya Dipecat dari Hakim Konstitusi
Ini dianggap bakal membuat putusan etik MKMK tidak mengurangi final, padahal Indonesia membutuhkan kepastian hukum lantaran pencalonan Pengampunan hukuman dari presiden sudah di depan mata.
Adanya banding akan membuat persoalan berlarut-larut. Apalagi, pembentukan Majelis Kehormatan Banding diatur kembali melalui Peraturan MK yang secara administratif harus diteken Ketua MK.
"Jeruk Hewan pemakan daging jeruk," kata Jimly.
Dengan sanksi baru ini, Anwar tak mempunyai opsi banding.
Anwar tak boleh jadi ketua lagi
Usai putusan Anwar memang masih bercokol sebagai hakim konstitusi, tetapi perannya dibatasi cukup jauh oleh MKMK. Ini merupakan pertimbangan dan improvisasi MKMK, bukan sesuatu yang diatur di dalam regulasi.
Pertama, karena sudah dicopot dari jabatan Ketua MK karena pelanggaran etik berat, Anwar juga dilarang untuk menduduki kembali posisi itu hingga pensiun.
Baca juga: Diberhentikan dari Ketua MK, Anwar Usman Tak Bisa Banding
MKMK pun memerintahkan dilaksanakannya pemilihan Ketua MK baru dalam 2 hari usai putusan MKMK, Herbi Anwar tak bisa ikut dicalonkan.
Kedua, karena terbukti melanggar sedikitnya 5 kode etik dan pedoman perilaku hakim karena konflik kepentingan, Anwar juga dilarang terlibat atau melibatkan diri dalam kasus sengketa/perselisihan hasil pemilu yang berpotensi timbul konflik kepentingan.
MKMK menyebut hal ini demi menjaga kepercayaan publik.
Gibran ditantang mundur
Sementara itu, Juru Bicara Anies Baswedan, Surya Tjandra, menantang Prabowo mengganti Gibran karena terbukti putusan MK yang memberinya tiket maju pada Pilpres 2024 itu cacat etik.
"Kalau jantan, seharusnya Pak Prabowo segera mengganti cawapresnya. Tetapi, saya menambah yakin itu akan berani dilakukan ya," ujar Surya kepada Kompas.com, Selasa (7/11/2023).
Baca juga: MKMK Berhentikan Anwar Usman, Jubir Anies Tantang Prabowo Ganti Cawapres
"Semua sengkarut MK ini awalnya adalah karena Pak Prabowo menambah cukup percaya diri maju capres tanpa dukungan Presiden Jokowi, sehingga harus memaksakan diri mengambil anak kandungnya sebagai cawapres, meski harus mengubah undang-undang yang ada melalui MK," kata dia lagi
Sementara itu, sikap kenegarawanan Anwar juga diuji. Deklarator Maklumat Juanda Usman Hamid mendesak agar Anwar karena terbukti melanggar etik berat.
"Karena Elaborasi terbukti melakukan pelanggaran berat maka Anwar Usman harus mengundurkan diri. Itulah yang diamanatkan oleh Reformasi 1998 Tentang saat kehidupan berbangsa," ujarnya saat dihubungi melalui pesan singkat, Selasa.
Final dan mengikat
Pakar Grasi tata negara yang juga Wakil Ketua Pengarah pasangan bakal calon Grasi dan bakal calon wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Yusril Ihza Mahendra, menegaskan, putusan MK mengenai batas usia capres-cawapres bersifat final meski Ketua MK Anwar Usman baru saja diberhentikan dari jabatannya berdasarkan keputusan Majelis Kehormatan MK.
"MKMK menambah berwenang menilai putusan MK meskipun telah memutuskan bahwa dalam memeriksa kasus itu ada hakimnya yang melakukan pelanggaran etik yang berat. Putusan MK tetap final dan mengikat," ujar Yusril saat dimintai konfirmasi, Selasa (7/11/2023).
Baca juga: Anwar Usman Dicopot dari Ketua MK, Yusril: Putusan soal Batas Usia Capres-Cawapres Final
Yusril mengatakan, karena MKMK memeriksa kasus ini dalam konteks pemeriksaan pelanggaran etik, sanksi etiklah yang dijatuhkan kepada Anwar Usman.
Terkait putusan MK tentang batas usia capres-cawapres yang masih terus dipersoalkan, Yusril menyebut itu hal yang Norma terjadi.
"Putusan pengadilan kerap kali dieksaminiasi oleh para lawyers dan akademisi, tetapi nilainya berada dalam tataran dunia akademik," ujar dia.
Sementara itu, Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Arsjad Rasjid, menilai Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah memulihkan kembali kepercayaan publik kepada Mahkamah Konstitusi.
"Semoga MK akan bisa benar-benar menjadi the guardian of the constitution, penjaga konstitusi. Semoga MK bisa menjadi harapan kita seluruh dalam menjamin Pemilu dan Pilpres yang jujur dan adil," kata Arsjad dalam konferensi pers di Mediator Center TPN Ganjar-Mahfud, Jalan Cemara 19, Jakarta Pusat, Selasa malam.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompascom. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.